Pendiri Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Kecewa Atas Kepengurusan METI yang Dipimpin Surya Darma DKK

Bagikan

Jakarta,Poskota-Nasional.

Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), sebagai wadah bagi para ilmuwan, pendidik, regulator, pengembang dan organisasi bisnis, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), asosiasi yang bergerak di bidang energi terbarukan dan pemangku kepentingan lainnya, akan gelar Musyawarah Nasional pada 22 Juni 2022 mendatang, sekaligus melakukan pemilihan Ketua Umum periode 2021-2023.
Anggota Dewan Pembina Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Djoko Winarno mengatakan kinerja pengurus Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) di bawah kepemimpinan Surya Darma yang sudah dua periode menjabat (sejak 2016 hingga 2022) kurang sukses untuk memperjuangkan Undang-Undang Energi Terbarukan (UU EBT), termasuk tidak berhasil membahas harga jual listrik untuk Energi Terbarukan melalui Keputusan Presiden (Kepres).

Padahal Surya Darma sudah pimpin METI sejak 2015-2018,berlanjut 2018 -2021. Namun karena pandemic Covid-19 tidak ada Munas dan Pemilihan Ketum METI periode 2021-2023.

“Kinerja periode yang lalu kurang sukses perjuangan utama untuk proses UU EBT sudah hampir 4 tahun dan harga jual listrik untuk ET melalui Kepres tidak berhasil sehingga perlu Ketua Umum yang credible bisa diterima pendapatnya atau bekerja sama dengan DPR dan Pemerintah sebagai Pembuat UU & PP Ataupun PERPRES atau PERMEN,” kata Djoko Wirnano kepada rekan rekan wartawan Poskota – Nasional, Senin (30/05/2022) di Jakarta.

Oleh karena itu,jelas
Djoko Winarno—yang juga dikenal sebagai salah satu pendiri METI—meminta Ketua Umum Periode 2021-2025 harus jujur dan bukan koruptor.
“DPP METI periode yang lalu korupsi dan tidak jujur banyak laporan keuangan tidak transparan. Banyak info temuan penyimpangan oleh DPP METI 2 PERIODE YANG LALU,” jelas Djoko.

Salah tokoh pendiri METI yang enggan diungkap namanya, membenarkan adanya Munas METI pada 22 Juni mendatang. Hanya saja Ketua Umum METI dan pengurus walau sudah 2 periode jabatan, namun ingin menjabat lagi (suksesi 3 periode).
“Betul akan ada Munas Juni besok.Ketua dan pengurus sudah 2 periode dan sudah seharusnya di ganti.

Namun nampaknya mereka masih ingin menjabat wlo itu menyalahi AD/ART. Khan hanya maks 2 kali masa jabatan ini kok minta tiga kali…niruin pemerintah saja …” ucapnya sembari tertawa prihatin.
Hal senada disampaikan tokoh pendiri dan senior di METI yang enggan disebutkan namanya kepada wartawan, menuturkan banyak complaint dari para anggota akibat tidak digelarnya Munas METI di tahun 2022 ini.

“Memang persiapan Munas sudah dilakukan oleh para Pengurus yang ada saat ini.Itupun setelah ada complaint dari cukup Banyak orang, katanya pendaftaran untuk menjadi anggota METI dan mendaftar untuk peserta Munas sangat lambat, dan waktu dibatasi sampai tgl 31 Mei.Munas akan dilakukan tgl 22 Juni 2022 mendatang,” ungkapnya.

Dia mengungkapkan complaint dari anggota banyak, antara lain tidak melibatkan para anggota bila misalnya ada undangan untuk menghadiri workshop ke berbagai negara.
“Ada juga dokumen yang tersebar dan saya juga dikirim mengenai transparansi pengelolaan Keuangan. Dengan bukti-bukti, apa yang mereka anggap tidak credible. Namun, saya gak nyaman untuk memforward dokumen itu pada wartawan.Itulah kelemahan dari pengelolaan organisasi bila tidak ada pengawas dan tidak adanya keharusan untuk melakukan audit keuangan setiap tahun,”tukasnya.

Dia merasa kesal karena tidak transparannya pengurus METI di bawah pimpinan Surya Darma dalam hal keuangan. Termasuk tidak dilibatkannya auditor independent untuk mengaudit laporan keuangan.
“Ini yang terjadi mereka mengaudit sendiri saja, melibatkan ‘konco-konco’ auditor yang mereka tunjuk sendiri tanpa persetujuan pengurus lain,” jelas tokoh pendiri METI yang sangat senior ini.

Ketua Umum METI periode 2016-2021 Surya Darma mengatakan METI akan melaksanakan Munas pada 22 Juni 2022 yang akan datang, juga banyak menyoroti berbagai peraturan yang selama ini menjadi konsen METI.
Menurut Surya selama ini METI sangat aktif melakukan advokasi kepada berbagai pihak dalam rangka memberikan dukungan agar pengembangan energi terbarukan dapat berjalan lebih cepat untuk memenuhi target yang sudah ditetapkan dalam KEN.

Masalah selama ini adalah regulasi Permen ESDM No. 50 tahun 2017 yang sangat tidak ramah terhadap investasi menyebabkan terhambatnya pengembangan energi terbarukan yang memerlukan peran swasta maupun BUMN.

Karena nya, METI sejak tahun 2018 terus berupaya agar Pemerintah melakukan kajian ulang dan merevisi Permen ESDM No. 50 tersebut. Upaya ini baru direspon oleh Menteri ESDM pada akhir tahun 2019 dengan kajian yang melibatkan METI serta berbagai pemangku kepentingan lainnya.
“Karena itu berdasarkan kajian bersama tersebut disepakati bahwa Permen tersebut akan digantikan dengan Perpres yang mengatur harga listrik dari sumber energi terbarukan yang dibeli oleh PLN. Draft RPerpres udah diselesaikan sejak Desember 2019 dan di finalkan padaa Januari 2020. Namun karena berbagai alasan dan tarik menarik kepentingan termasuk PLN, sampai saat ini RPerpres tersebut belum di tanda tangani Presiden. Kami tentu sangat berharap agar payung hukum Perpres tersebut akan akan memberikan daya tarik investasi. Sangat disayangkan jika Perpres ini belum diterbitkan sampai saat ini sehingga agak.menghambat pertumbuhan pengembangan energi terbarukan di Indonesia,” jelas Surya Darma.

Memang selama ini menjadi dilema buat PLN yang berkepentingan membeli listrik murah dari PLTU batubara agar beban subsidi tidak terlalu berat dibanding harus beli listrik yang lebih mahal dari pembangkit listrik EBT.

Surya menambahkan mestinya PLN sangat berperan untuk sektor kelistrikan karena pembeli tunggal.
“ Tapi tentu saja PLN sebagai BUMN juga diberikan tugas cari untung.

Hal ini yang agak unik di Indonesia. Diberikan hak monopoli, tapi harus cari untung juga,”tambah Surya kepada Poskota-Nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *