Mau Bayar Utang Setelah Putusan Perdata Inkracht Lecehkan Eksistensi PKPU di Pengadilan Niaga

Bagikan

Jakarta,Poskota Nasional

Nasib Pailit PT Meratus Line ditentukan pada pekan depan. Sebab, sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Meratus Line dengan pemohon PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line ditunda hingga 18 November mendatang untuk putusan dari Majelis Hakim Pemutus atas laporan Hakim Pengawas dan Pengurus PKPU.

Permohonan PKPU diajukan pada Mei 2022 menyusul ditundanya pembayaran tagihan yang diajukan oleh dua perusahaan penyuplai bahan bakar minyak (BBM) itu senilai Rp 50 miliar.

Pada 31 Mei 2022, Pengadilan Niaga PN Surabaya mengabulkan permohonan Bahana Line dan Bahana Ocean Line dan memutus PT Meratus Line dalam PKPU Sementara selama 45 hari. Karena tak kunjung diselesaikan, pada 14 Juli 2022 pengadilan memperpanjang proses PKPU selama 120 hari yang berakhir pada hari ini, 11 November 2022

Fakta Persidangan di Pengadilan Niaga PN Surabaya, Jumat (11/11/2022):

Ketua Majelis Hakim, Gunawan Tri Budiono:
Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menegur PT Meratus Line karena belum menyelesaikan pembayaran honorarium terhadap pengurus yang ditunjuk dalam perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Saya belum dapat memberikan putusan karena masih harus bermusyawarah terlebih dahulu dengan hakim anggota lainnya. Saya juga baru menerima berkas dari hakim pengawas sehari sebelumnya.
Keputusan ditunda dulu sampai 18 November 2022.

Hakim Gunawan juga sempat menyentil debitur yakni pihak PT Meratus Line yang disebutnya tidak mau membayar honorarium pengurus karena belum adanya kesepakatan angka yang harus dibayarkan. Sentilan ini dibenarkan oleh salah satu kuasa hukum PT Meratus line, dan menyebutkan pihaknya telah menyiapkan cek kosong yang sudah ditandatangani oleh pemilik cek.

Selain menyentil soal uang pembayaran pengurus, hakim juga sempat mempertanyakan pada Pengurus PKPU-Tetap mengenai laporannya. Hakim Gunawan bertanya apakah pengurus melaporkan PT Meratus Line beritikad buruk dalam proses PKPU ini.

Pertanyaan itu dijawab oleh pengurus, mengakui jika dalam masalah pengelolaan harta pihak debitur tersebut ada kendala-kendala tertentu dan tidak pernah dilibatkan.

Kuasa Hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line Gede Pasek Suardika: Putusan Majelis Hakim yang mentunda putusan pada 18 November mendatang dihadapkan pada dua pilihan, yaitu menetapkan voting perdamaian atau pengakhiran PKPU yang artinya pailit.

Tapi posisi ke arah pailit itu paling kuat karena Meratus di PKPU justru mempersulit cara pembayaran utangnya kepada kreditur pemohon PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.

Dalam. Proposal itu walau mengakui punya utang tetapi baru mau bayar kalau nanti di sengketa perdata ada putusan yang memutuskan dirinya untuk membayar utang. Meski hal ini ditolak Pemohon.
Adanya kreditur afiliasi dengan PT Meratus juga menjadi bukti nyata persengkongkolan itu.

Beda posisi dengan Bahana Line dan Bahana Ocean Line yang sama-sama berada di posisi kreditur. Sementara 8 kreditur yang dipermasalahkan itu kepemilikannya sama dengan Debitur PT Meratus Line. Jadi posisi Debitur dan Kreditur sama persis pemiliknya. Inilah persekongkolan dan bukti itikad buruknya karena targetnya hanya untuk mengejar hak suara voting.

Kuasa Hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line Syaiful Ma’arif:

Yang baru terlihat di ujung PKPU ini adalah kesadaran pengakuan akan utang PT Meratus Line dalam PKPU kepada PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.

Padahal sebelumnya selalu berkilah dengan berbagai alasan. Di ujung baru mengakui, hanya saja tidak mau bayar dengan alasan masih ada kasus perdata. Padahal adanya kasus perdata itu juga ya ulahnya menjadi penggugat. Itu bukti nyata itikad buruknya. Saya yakin Hakim Pemutus bisa melihat fakta nyata ini.

Niat tidak mau bayar ke Pemohon PKPU tetap ada hanya dikemas bentuk lain. Inilah bukti petunjuk nyata itikad buruknya.

Jika benar Perdamaian menjadi keinginannya, seharusnya ya dibayar utangnya yang telah diakui tanpa membuat syarat-syarat di luar putusan Pengadilan Niaga. Katanya liquid dan ber itikad baik? Semua orang tahu yang namanya itikad baik itu punya utang ya bayar bukan berkelit.

Jika putusan Pengadilan Niaga lewat mekanisme PKPU dan Pailit harus menunggu putusan perdata seperti yang diusulkan PT Meratus Line maka akan jadi preseden buruk atau tujuan hadirnya Pengadilan Niaga. Padahal, tujuan Pengadilan Niaga dan mekanisme PKPU adalah untuk bisa mempercepat penyelesaian utang piutang sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi negara agar bisa sehat.

Jadi jelas usulan perdamaian dan baru mau bayar utang jika putusan perdata sudah inkracht dengan isi putusan sesuai kehendaknya itu melecehkan eksistensi dan tujuan hadirnya mekanisme PKPU di Pengadilan Niaga. Ini sama dengan menciderai proses hukum yang disiapkan negara khusus penyelesaian utang piutang. Ini preseden buruk bagi pengembangan hukum di Indonesia.

Perkara gugatan PT Meratus Line terhadap PT Bahana Line ini berawal dari persoalan pengisian bahan bakar minyak (BBM) di kapal. Dimana, berperan sebagai pemasok BBM adalah PT Bahana Line dan yang dipasok adalah kapal milik PT Meratus Line.

Namun, dalam prosesnya ada sejumlah oknum karyawan PT Meratus Line yang kongkalikong dengan oknum karyawan PT Bahana Line menggelapkan sejumlah pasokan BBM untuk memperkaya diri sendiri.

Kini, setidaknya 17 oknum karyawan kedua perusahaan tersebut telah meringkuk di penjara Polda Jatim. PT Meratus sendiri melakukan berbagai upaya hukum, seperti gugatan perdata dan PKPU.

Di Pengadilan Niaga, PT Meratus telah dinyatakan dalam PKPU tetap atas permohonan PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line. PT Meratus dinyatakan memiliki kewajiban yang harus dibayarkan ke Grup Bahana tersebut sebesar Rp 50 miliar lebih.

Prosesnya saat ini sedang berlangsung di PN Surabaya. Diduga upaya gugatan ini untuk memperlambat proses PKPU tetap yang jika tidak tuntas bisa mengakibatkan PT Meratus dinyatakan pailit.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *