Jakarta, Poskota-Nasional
PDI Perjuangan menggelar pameran Pangan Plus 2023 dari tanggal 29 September -1 Oktober 2023 di JIEXPO Kemayoran Jakarta.
Pameran ini menampilkan beragam hasil inovasi produk pangan berbasis sektor makro pertanian dari hulu hingga hilir yang mencakup subsektor perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan hingga teknologi pendukung pertanian, yang secara keseluruhan berbasis sumber daya local dengan inovasi karya putra bangsa Indonesia.
Salah satunya ikut berpartisi hadir Sekretaris Jenderal AII ( Asosiasi Inventor Indonesia) Prof. Dr, Ir Jonbi,MT,MM,,M.Si,INV saat ditemui di Booth AII Hall A1 di Jiexpo Kemayoran ,Jakarta 1/10/23.
Asosiasi Inventor Indonesia (AII) Dorong Inovasi Teknologi Untuk Komersialisasi Industri
Kegiatan Asosiasi Inventor Indonesia (AII) Berperan dalam Meningkatkan dan menghasilkan iptek Indonesia di dunia internasional. Meningkatkan kemampuan, pengerahuan dan pembudayaan iptek serta melindungi anggota atas paten.
Sedangkan fokus AII yaitu: mempertemukan inventor dengan kalangan industri, membina para calon inventor dan promotion strategis kegiatan inventor,demikian kata
Sekjen AII, Prof. Dr. Ir. Jonbi, MT., MM.,M.S.I, pengajar ,dosen
Teknik Sipil Universitas Pancasila,Lenteng Agung Jakarta Selatan.
Menurut Sekjen AII, Prof. Dr. Ir. Jonbi, MT., MM., M.Si biasanya para inventor itu hanya memiliki paten dalam teknologi namun tidak bisa komersial, sehingga AII menjembatani dan mempertemukannya dengan kalangan industri.
“Begitu banyak paten tapi kalau tidak bisa dikomersialkan buat apa hanya menjadi tumpukan sertifikat sertifikat yang tidak berguna istilahnya. Nah dari situlah kami hadir, anggota kami para inventor yang memiliki paten. Dua tahun terakhir ini kami bekerjasama dengan BPDPKS bagaimana riset- riset di BPDPKS itu kami evaluasi mana mana saja yang cocok lalu kami carikan investornya, ” tutur Jonbi.
Anggota kami semua pemilik paten tapi yang aktif antara 100- 200 inventor. Ini sudah lumayan cukup baik, namun kadang- kadang para inventor ini merasa penemuannya itu sangat baik. Padahal tidak begitu masyarakat membutuhkan itu. Kita tidak mengeluarkan standarisasi tapi ada teknik penilaian penilaian terhadap inventor tersebut punya atau tidak nilai komersil, sudah siap untuk dikomersialkan tidak.
Itu sangat penting. Tidak mudah itu, misalnya di BRin cuma beberapa persen yang punya nilai komersial. Anggota AII sejak 2015- 2021setelah diseleksi khusus BPDPKS sudah ada ratusan.
“Tahun lalu yang sudah siap ada 13 hasil riset dan dari 13 itu 7 riset yang kami pertemukan, 6 tidak. Untuk tahun ini kita berhasil 19, yang sudah ketemu jodoh ada 8. Memang tidak mudah ya,” ujar Jonbi
Sedangkan teknologi tepat guna masuk kategori UMKM kalau tidak langsung kolaborasi dengan industri bisa minta bantuan AII, tetapi harus melalui evaluasi dan penilaian.
“Perlu diketahui bahwa riset- riset tersebut lebih banyak bermanfaat untuk industri dan AII hanya mempertemukan mereka kemudian mereka meningkat menjadi komersialisasi dan mereka melaporkan ke kami itu sudah cukup yang selanjutnya mereka yang mem-follow up,” ujar Jonbi.
Sebab kita mempromosikan temuan- temuan itu secara mandiri, baik mereka profesor maupun yang bukan tapi punya kemampuan bisa kita promosikan.
Di AII sendiri terdiri dari pakar- pakar dan kami mengundang pakar pakar dari luar yang bersentuhan dengan industri sehingga dalam penilaian terhadap temuan- temuan dari inventor
Kegiatan Asosiasi Inventor Indonesia (AII) Berperan dalam Meningkatkan dan menghasilkan iptek Indonesia di dunia internasional. Meningkatkan kemampuan, pengerahuan dan pembudayaan iptek serta melindungi anggota atas paten. Sedangkan fokus AII yaitu: mempertemukan inventor dengan kalangan industri, membina para calon inventor dan promotion strategis kegiatan inventor.
Sekjen AII, Prof. Dr. Ir. Jonbi, MT., MM., M.Si,mengatakan biasanya para inventor itu hanya memiliki paten dalam teknologi namun tidak bisa komersial, sehingga AII menjembatani dan mempertemukannya dengan kalangan industri.
“Begitu banyak paten tapi kalau tidak bisa dikomersialkan buat apa hanya menjadi tumpukan sertifikat sertifikat yang tidak berguna istilahnya. Nah dari situlah kami hadir, anggota kami para inventor yang memiliki paten.
Dua tahun terakhir ini kami bekerjasama dengan BPDPKS bagaimana riset- riset di BPDPKS itu kami evaluasi mana mana saja yang cocok lalu kami carikan investornya, ” tutur Jonbi.
Anggota kami semua pemilik paten tapi yang aktif antara 100- 200 inventor. Ini sudah lumayan cukup baik, namun kadang- kadang para inventor ini merasa penemuannya itu sangat baik. Padahal tidak begitu masyarakat membutuhkan itu.
Kita tidak mengeluarkan standarisasi tapi ada teknik penilaian penilaian terhadap inventor tersebut punya atau tidak nilai komersil, sudah siap untuk dikomersialkan tidak. Itu sangat penting. Tidak mudah itu, misalnya di BRin cuma beberapa persen yang punya nilai komersial. Anggota AII sejak 2015- 2021setelah diseleksi khusus BPDPKS sudah ada ratusan.
“Tahun lalu yang sudah siap ada 13 hasil riset dan dari 13 itu 7 riset yang kami pertemukan, 6 tidak. Untuk tahun ini kita berhasil 19, yang sudah ketemu jodoh ada 8. Memang tidak mudah ya,” tambah Jonbi
Sedangkan teknologi tepat guna masuk kategori umkm kalau tidak langsung kolaborasi dengan industri bisa minta bantuan AII, tetapi harus melalui evaluasi dan penilaian.
“Perlu diketahui bahwa riset- riset tersebut lebih banyak bermanfaat untuk industri dan AII hanya mempertemukan mereka kemudian mereka meningkat menjadi komersialisasi dan mereka melaporkan ke kami itu sudah cukup yang selanjutnya mereka yang mem-follow up,” ujar Jonbi.
Sebab kita mempromosikan temuan- temuan itu secara mandiri, baik mereka profesor maupun yang bukan tapi punya kemampuan bisa kita promosikan.
Di AII sendiri terdiri dari pakar- pakar dan kami mengundang pakar pakar dari luar yang bersentuhan dengan industri sehingga dalam penilaian terhadap temuan- temuan dari inventor ada skema penilaian- penilaian sehingga hasilnya benar benar kita renking berdasarkan kategori- kategori misalnya : kesiapan teknologinya, kemungkinan potensi pasarnya, nofalti kobarwatnya, kita lihat minat industrinya cukup tinggi atau tidak, itu yang terpenting, namun banyak penelitian di kita kerap tidak berdasarkan kebutuhan industri.
“Sehingga inventor A misalnya, punya paten lalu setelah dinilai ternyata sangat layak dalam sektor tertentu, maka AII akan mempertemukan dengan network industri misalnya PT X melalui zoom, mereka minat lalu data- data temuan teknologi diberikan secara langsung, si inventor menjelaskan teknologi yang dihasilkan, sedangkan industri melihat apakah teknologi itu dibutuhkan untuk industri canggih atau perlu diset up lagi. Itu proses kerja Inventor- industri.
Di momen pameran untuk memperkenalkan kepada masyarakat dan inventor- inventor, kalau kita lihat banyak sekali temuan-temuan dari teknologi tinggi, teknologi kelapa sawit dll.,” tambah Jonbi kepada Poskota-Nasional